Monday, April 18, 2016

Sejarah Islam di Gorontalo

Alkisah, Islam masuk di Gorontalo atas nama cinta.itu terjadi ketika Sultan Amay (raja Gorontalo) 1460-1535 meminang seorang putri bernama Owutango Anak Raja Palasa.Kerajaan Palasa ini berada di Teluk Tomini dan rajanya sudah menganut agama Islam. Sang putri sendiri punya hubungan keluarga dengan pihak kerajaan di Ternate, yang telah lebih dahulu mengenal Islam.

Ketika Raja Amai ingin meminang putri raja Palasa, sang putri yang berasal dari kerajaan Islam di Sulawesi Tengah inipun mengajukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Raja Amay... adapun syarat yang harus dipenuhi oleh sang Raja yaitu : Pertama, Sultan Amai dan rakyat Gorontalo harus diislamkan dan, Kedua, adat kebiasaan dalam masyarakat Gorontalo harus  bersumber dari Alquran...Alhasil Kedua syarat itu diterima oleh Raja Amai.Di sinilah awal Islam menjadi kepercayaan penduduk Gorontalo, dalam tulisan Mohammad Karmin Baruadi..

Sebelum menikahi sang putri Owutango, Raja Amai mengumpulkan seluruh rakyatnya. Raja Amai dengan terang-terangan mengumumkan diri telah memeluk agama Islam secara sah dan kemudian meminta seluruh pengikutnya untuk melakukan pesta meriah. Pada pesta tersebut Raja Amai meminta kepada rakyatnya untuk menyembelih babi disertai dengan pelaksanaan sumpah adat. Saat pendeklarasian sumpah tersebut, adalah hari terakhir rakyat Gorontalo memakan babi.

Usai proses sumpah adat, Raja Amai kemudian meminta rakyatnya untuk masuk Islam dengan membaca dua kalimat syahadat. Ia sendiri kemudian mengganti gelarnya dengan gelar raja Islam, yaitu sultan.
Prinsip hidup baru ini, mudah diterima oleh masyarakat Gorontalo saat itu, yang tidak tersentuh oleh Hindu-Buddha. Masyarakat merasakan tidak ada pertentangan antara adat dan Islam, namun justru memperkuat dan membimbing pelaksanaannya.

Pada tahun 1550, sepeninggalan Sultan Amai, jabatan kerajaan digantikan oleh putera mahkotanya, Matolodula Kiki. Sultan kedua kesultanan Gorontalo ini menyempurnakan konsep kerajaan Islam yang dirintis oleh ayahnya. Beliau pun melahirkan rumusan adati hula-hula'a to sara'a dan sara'a hula-hula'a to adati, yang artinya adat bersendi syarak, syarak bersendi adat. Islam dan adat, saling melengkapi.

Islam resmi menjadi agama kerajaan ketika kesultanan Gorontalo ada di bawah pemerintahan Sultan Eyato. Konsepnya pun berubah, mirip dengan prinsip masyarakat Minangkabau, adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Di bawah kepimpinannnya, Kesultanan Gorontalo mencapai puncak kejayaan.
Bagi masyarakat Uduluwo limo lo Pohalaqa Gorontalo (serikat kerajaan di bawah dua kerajaan Gorontalo dan Limboto), syarak kitabullah dipahami bahwa hukum dan aturan-aturan yang berlaku bersumber dari kitab suci Alquran dan hadis Rasulullah SAW.

Pada masa itu, beberapa perubahan dilakukan, menjadi lebih Islami. Sistem pemerintahannya kini didasarkan pada ilmu akidah atau pokok-pokok keyakinan dalam ajaran Islam.

Dalam ilmu akidah tersebut diajarkan dua puluh sifat Allah SWT, untuk itu Eyato mewajibkan sifat-sifat itu menjadi sifat dan sikap semua aparat kerajaan mulai dari pejabat tertinggi sampai dengan jabatan terendah. Sumpah-sumpah dan adat istiadat yang dipakai, bersumber pada Islam.

Penerapan sistem budaya Islam pada sikap dan perilaku pejabat tersebut telah mengawali pemantapan karakteristik budaya Islam dalam kehidupan masyarakat Gorontalo.

Eyato sendiri awalnya memang seorang ahli agama dan cendekiawan. "Sebelum menjadi raja, Eyato merupakan seorang hatibida'a yang tergolong ulama pada masa itu.

Dikutip dari berbagai sumber...

No comments:

Post a Comment